Babak Krusial Krisis Listrik


Mediaindonesia. Jumat, 11 Juli 2008 00:01 WIB
Babak Krusial Krisis Listrik
PERUSAHAAN Listrik Negara lagi-lagi memberlakukan pemadaman bergilir untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya mulai hari ini. Pemadaman serupa bahkan telah terjadi di banyak daerah sejak beberapa waktu lalu.

Berulangnya pemadaman bergilir itu mencerminkan krisis listrik telah memasuki babak krusial. Sebab, menjelang usia Republik yang mencapai 63 tahun, negara ini tidak juga mampu menyediakan salah satu infrastruktur mendasar itu.

Listrik jelas merupakan kebutuhan vital sebuah negara. Ia menjadi penggerak berbagai aktivitas roda perekonomian dan pemerintahan. Ia juga merupakan magnet masuknya investasi.

Maka, berbagai teriakan lantang untuk menarik investasi asing terasa hambar dan tidak bergigi. Bagaimana investor mau masuk ke Indonesia kalau pasokan listrik saja tidak terjamin?

Yang terjadi justru sebaliknya. Akibat pemadaman itu, sejumlah perusahaan asing, terutama Jepang, berancang-ancang angkat kaki dari Indonesia dan memindahkan pabrik mereka ke negara lain. Industri di bidang petrokimia bahkan menunda investasi senilai Rp14 triliun tahun ini sampai ada jaminan pasokan listrik.

Padahal, semua tahu listrik, jalan, air, transportasi, dan telekomunikasi menjadi bagian pokok infrastruktur sebagai prasyarat utama bagi kegiatan investasi. Jika prasyarat utama itu tidak bisa dipenuhi, lambat atau cepat Indonesia akan dicoret dari daftar negara tujuan investasi asing.
Memang, untuk mengatasi persoalan itu, pemerintah telah menawarkan solusi. Kegiatan jam kerja industri sebagian akan dialihkan ke Sabtu dan Minggu. Itu dilakukan lantaran selalu muncul defisit pasokan listrik pada hari kerja Senin-Jumat.

Apa yang digagas pemerintah itu jelas bukan solusi cerdas. Perusahaan yang sudah merugi akibat pemadaman bergilir bakal kian terpukul. Ongkos produksi semakin bertambah karena mempekerjakan karyawan pada hari libur.

Yang lebih tidak cerdas, proses produksi di dunia industri tidaklah bisa berdiri sendiri. Ia perlu ditopang proses birokrasi, distribusi, dan transaksi. Adakah kantor pemerintahan dan bank yang buka pada Sabtu atau Minggu? Bagaimana pula dengan mitra mereka yang berada di luar negeri?

Karena itu, bila peraturan itu benar-benar diterapkan, inilah bentuk kebijakan paling konyol yang pernah ada. Indonesia menjadi satu-satunya negara di dunia yang memberlakukan jam kerja pada hari libur.

Defisit pasokan listrik hingga Februari lalu sudah 1.044 Mw, hampir mencapai 1.500 Mw, angka defisit yang telah memasuki kategori darurat. Tetapi cara pemerintah mengatasi seakan-akan krisis listrik adalah hal yang biasa saja.

Itu sebabnya, defisit listrik yang kian membesar dan berdampak pada pemadaman bergilir mencerminkan betapa pemerintah gagal membangun sistem ketenagalistrikan yang tangguh, andal, dan berkelanjutan.

Dalam lingkup yang lebih luas, bisa dikatakan pemerintah tidak memiliki politik energi yang berpihak pada kepentingan dalam negeri. Batu bara dan gas adalah contoh betapa kita gagal membela kepentingan dalam negeri karena sebagian besar diekspor. Lokasi pembangkit yang berjauhan dengan batu bara dan gas juga contoh kebijakan energi yang tidak cerdas.

Sungguh ironis. Negara yang memiliki begitu banyak sumber energi alternatif seperti angin, air, matahari, dan panas bumi ini mengalami krisis listrik amat buruk sekarang ini. Ironi yang mempertegas bahwa kita memang tidak cerdas mengelola sumber daya.

Leave a comment

No comments yet.

Comments RSS TrackBack Identifier URI

Leave a comment